Stunting
adalah perawakan pendek yang timbul akibat
malnutrisi yang lama. .Stunting merupakan pertumbuhan linier yang
gagal untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk
dan penyakit (ACC/SCN, 2000). Stunting
didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang
dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek
dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN,
2009)
(WHO, 2006). Dilihat dari definisinya stunting merupakan indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi
kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi
lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam
pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit
infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi
nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini
semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya
berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001). Untuk mengatasi masalah gizi, khususnya anak
pendek, diperlukan aksi lintas sektoral. Asupan makanan yang tidak
memadai dan penyakit - yang merupakan penyebab langsung masalah gizi ibu dan
anak - adalah karena praktek pemberian makan bayi dan anak yang tidak tepat
dan, penyakit dan infeksi yang berulang terjadi, perilaku kebersihan dan
pengasuhan yang buruk. Pada gilirannya, semua ini disebabkan oleh faktor-faktor
seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak, penggunaan air yang
tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan
pendapatan yang rendah.
Faktor
zat gizi merupakan salah satu factor utama penyebab stunting. Balita
harus dipenuhi kebutuhan gizi nya sejak dalam kandungan hingga lahir dan masa
pertumbuhan. Menurut UNICEF factor penyebab utama stunting adalah
kurangnya zat gizi pada anak sejak masa pregnancy dan masa laktasi
(UNICEF, 2010). Zat gizi tersebut terdiri atas zat gizi makro
khususnya protein dan zat gizi mikro terutama asam folat, dan zat besi.protein
akan membentu memperbaiki jaringan sel yang rusak, asam folat akan membantu
perkembangan otak anak, dan zat besi akan membantu pertumbuhan tulang anak.
Sehingga pemenuhan gizi pada anak sejak dalam masa kandungan akan membantu
mengurangi kemunginan terjadinya stunting. Selain itu, ASI dalam hal ini juga
berperan penting sebagai asupan nutrisi pertam pada bayi yang baru lahir,
ibutuhkan bayi. karena ASI mengandung banyak sekali zat yang dPerbaikan pola
pangan dan gizi juga perlu dilakukan untuk membantu balita penderita stunting
agar bisa tumbuh dengan normal.
Selama
ini pemerintah sudah berusaha mengurangi masalah gizi buruk, terutama pertumbuhan yang
terhambat seperti stunting, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif
di tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi.
Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition –
SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif,
rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine, panduan tentang pencegahan dan
pengendalian parasit intestinal dan panduan tentang suplementasi multi-nutrient
perempuan dan anak di Klaten, Jawa Tengah. Manajemen masyarakat tentang gizi
buruk akut dan pemberian makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket
holistic untuk menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan
malaria ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting)
(Laporan Tahuna Unicef Indonesia, 2012).
Untuk membantu pemerintah dalam
melakukan perbaikan gizi pada balita Stunting, menurut Unicef
Indonesia perhatian khusus harus diberikan pada :
1. Penciptaan dan penguatan
mekanisme koordinasi nasional dan daerah untuk mengimplementasikan Rencana
Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dan untuk melakukan koordinasi dengan
sektor-sektor non-gizi.
2. Pengembangan, pemantauan dan penegakan peraturan
nasional untuk mengawasi pemasaran produk pengganti ASI.
3. Revisi standar minimal pelayanan kesehatan untuk
mencakup aksi-aksi dan sasaran gizi, seperti aksi-aksi yang berhubungan
dengan konseling gizi, makanan pendamping ASI dan gizi ibu.
4. Penguatan sistem informasi kesehatan untuk
meningkatkan keandalan data, promosi pengawasan suportif terhadap program
kesehatan dan gizi, dan promosi penggunaan data oleh petugas kesehatan secara
terus-menerus untuk meningkatkan dampak program.
5.Penguatan program fortifikasi pangan nasional dengan
memperbarui standar fortifikasi untuk terigu, pengharusan fortifikasi
minyak, dan peningkatan penegakan legislasi yang ada; tentang iodisasi garam;
6. Implementasi langkah-langkah untuk merekrut, mengembangkan
dan mempertahankan ahli gizi
y yang memenuhi syarat, termasuk insentif bagi mereka yang bekerja di
daerah-daerah yang kurang terlayani.
“Stunting lebih dari sekadar masalah tinggi
badan,” Hal tersebut dikarenakan stunting akan sangat mengancam
intelektualitas anak. Stunting menghambat pertumbuhan otak
anak, yang mana seharusnya dalam tiga tahun pertama kehidupan dapat mencapai
80%. “Dengan demikian, stunting
berkaitan dengan kecerdasan. Walau
tak dapat menyebut rentang waktu pasti tentang berapa lama masalah ini sudah
terjadi, menurut Syafiq masalah ini sudah berlangsung lama di Indonesia dan
harus menjadi prioritas dalam pembenahan masalah gizi.
Daftar Pustaka
1.
ACC/SCN.
2000. Fourth report on the world nutrition situation: nutrition
throughout the life cycle. Geneva, ACC/SCN in collaboration with IFPRI.
2.
Allen
and Gillespie. 2001. High socioeconomic class preschool children from
Jakarta, Indonesia are taller and heavier than NCHS reference population.
Eur J Clin Nutr 1995; 49: 740-4.
3.
Branca
& Ferrari . 2001. Impact of micronutrient deficiencies on growth: The
stunting syndrome. Ann Nutr Metab 2001; 46 (suppl 1): 8-17.
4.
Direktur
Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI. 2013. perkembangan masalah gizi
dan penguatan pelayanan gizi dalam pencegahan stunting di Indonesia. Jakarta.
18 oktober 2013.
5.
Jackson
& Calder. 2004. Growth faltering is prevented by breast-feeding in
underprivileged infants from Mexico city. J Nutr 2004; 130: 546-
6.
Laporan
Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef Indonesia. Oktober
2012.
7.
Laporan
Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian
Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.
8.
Manary
& Solomons. 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Terjemahan Public
Health Nutrition, editor. Gibney, MJ, Margetts. Oxford
9.
Mann
& Truswell. 2002. Postnatal growth of intrauterine growth retarded
infant. Pediatrics 2002; 6: 265-71.
10.
Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI, 2008
11.
UNICEF
. 2010. Challenges for a new generation, the
situation of children and woman in Indonesia, Geneva.
12.
WHO.
2006. Physical status: the use and interpretation of anthropometry.
Komentar
Posting Komentar